LMS Volume 12 Chapter 4


Volume 12 Chapter 4 – Pelatihan Neraka dan Liar

Banyak siswa kelaparan saat mereka berkumpul di pasir ketika sudah saatnya. Para profesor datang terlebih dahulu dan menunggu semua orang untuk berkumpul.
“Satu putaran di pantai dan itu akan mengakhiri pelatihan neraka hari ini.” Para siswa merasa mendapat kemudahan.
Kita punya waktu sampai jam 5 untuk dengan santai menyelesaikannya.҆
Itu akan seperti sebuah tur disekitar Silmido dalam hal ini.
Sepanjang ini, mahasiswa baru Kim Hyeonjun mengangkat tangannya.
“Profesor, saya punya pertanyaan. Kelompok kami tidak makan. Jika kami masih punya waktu setelah memutari pulau, bisakah kami makan?”
Profesor menyetujuinya.
“Tentu. Jika kalian punya waktu di akhir dari pelatihan neraka ini, maka itu waktu bebas sampai jadwal yang selanjutnya. Jadi, semuanya siap?”
“Ya!”
Para mahasiswa mengenakan sepatu berlari yang nyaman, mereka melakukannya dalam persiapan untuk berlari dipantai.
“Kalau begitu, larilah. GO!”
Pada aba-­aba profesor, lebih dari 100 mahasiswa berlari.
“Dengan angin laut yang sepoi­-sepoi tak apa-­apa seperti ini, itu cukup bagus untuk jogging.”
“Untuk kesehatanmu, menurutku itu bagus kita ikut MT ini. Benarkan, senior?”
“Ya, aku berpikir begitu juga.”
Para mahasiswa berlari seolah-­olah itu adalah jalan-­jalan santai. Bahkan dengan pasir yang panas dibawah kaki mereka, itu bukanlah medan yang sulit.
Butiran-­butiran pasir yang halus menyatu saat mereka terinjak-­injak.
Tetapi, beberapa mahasiswa dipimpin oleh senior mereka tengah berlari dengan penuh keyakinan.
“Huah huah!”
“Lebih cepat, lebih cepat, ayo!”
Mayoritas dari mahasiswa tidak memahami pemikiran para senior mereka.
“Larilah sedikit lebih pelan, tolong.”
“Mengikuti kecepatan itu sangatlah sulit.”
Keluhan­-keluhan kecil keluar.
Tetapi, para senior melihat ke belakang sambil tersenyum cerah.
“Oh, kalau begitu kalian bisa pelan-­pelan.”
“Kami tak mau menunggu dan akan duluan.”
Para mahasiswa menjadi tenang dan bertanya.
“Apakah ada suatu alasan?”
Kemudian para mahasiswa senior ini menggelengkan kepala mereka.
“Tak ada. Aku hanya ingin berlari, yeah.”
“Tidakkah kalian berpikir itu bagus untuk berlari pada event yang langka seperti ini untuk merasakan hembusan angin laut yang bagus berhembus ke pulau seperti ini?”
“Itu benar, kami hanya ingin berlari.”
Dengan itu, para senior berlari layaknya anak panah yang meluncur.
Lee Hyun juga, tidak terlalu peduli tentang berlari. Dia berpikir bahwa itu hanya satu putaran yang nyaman mengelilingi pulau.
Namun, dia memperhatikan perilaku yang aneh dari para mahasiswa tahan semester dan menjadi curiga.
Ada sesuatu.
Lee Hyun tak mempercayai siapapun.
Segalanya demi kehidupan keluarganya yang baik!
Dia telah lama meninggalkan kepercayaan pada belas kasih kemanusiaan dan simpatik. Setelah dia mempelajari kerasnya kenyataan, dia tak lagi memiliki kenaifan.
Dia bertindak keras pada dirinya sendiri karena dia hidup sambil melafalkan ‘uang uang uang’ dalam kelimpahan.
Tetapi seolah-­olah dunia benar­-benar mencoba untuk menarik dia ke bawah, kehidupannya yang keras bukan hanya itu.
Itu memberi dia pengalaman sesaat merasakan 30 milyar won digenggamannya, lalu dirampas sesaat setelahnya.
Pukulan realitas!
Setelah benar­-benar jatuh ke dalam lubang tersebut, dia tidak akan dengan mudah menempatkan kepercayaan mutlak pada orang lain.
Berhati-­hati agar tidak mendapat pukulan di bagian belakang kepala. Tak mungkin aku akan dengan mudah percaya orang-­orang ini.
Sambil memperhatikan para senior ini, Lee Hyun meningkatkan kecepatan berlarinya.
Atribut fisik ini tidak didapatkan dari latihannya di dojang, itu sudah tertanam dalam dirinya jauh sebelum itu, karena dia tidak pernah sekalipun mengeluarkan uang naik bis untuk bepergian.
Dengan waktu untuk dihargai, dia meningkatkan kemampuan fisiknya untuk mengubah berjalan menjadi berlari cepat di tempat ini.
Dadadadadadadadak!
Kecepatannya meningkat jauh melampaui para mahasiswa itu! Segera setelahnya, dia menyusul para senior.
Namun, dia tak peduli tentang peran memimpin sambil tetap berada disekitar mereka untuk mengetahui alasannya.
Dia dengan cepat mengetahui alasan tindakan para senior. Tak peduli seberapa jauh mereka berlari, mereka tak bisa melihat ujung dari pantai Silmido.
“Hah hah! Aku yakin pada poin ini kita harus mengacaukan arahnya? Kenapa kita lurus dan tampak tak akan kemana­-mana.”
“Kupikir ini sudah lebih dari 15 menit.”
“Aku lapar.”
“Sial aku juga lapar.”
Beberapa dari para senior tau.
Hanya dengan sekilas, kebanyakan orang sering tidak salah untuk berpikir bahwa pulau­-pulau di Laut Kuning itu kecil.
Tetapi, harus berlari dari satu ujung ke ujung lain bukanlah sebuah tugas yang mudah. Garis keliling dari pantai Silmido lebih dari 6 km! Setelah berlari hanya satu putaran saja, kau tak akan pernah mau melakukannya lagi.
Aku minta maaf.
Untuk para senior ini yang mengetahuinya, ini adalah permulaan layanan dasar. Pengaruhnya menelan korbannya saat para mahasiswa lain juga meningkatkan kecepatan berlari mereka.
Pikiran mereka menjadi tak sabaran saat mereka menapaki secara terus­menerus di pantai tanpa ujung.
Batasan fisik karena rasa lapar!
Ada beberapa mahasiswa yang mencoba untuk mengejar, tetapi sesaat setelahnya, kecepatan mereka secara keseluruhan dengan cepat menurun karena ngos­-ngosan.
Bagi para mahasiswa yang mengabaikan olahraga, tak ada cara lain untuk menyebut event tersebut selain neraka.
Dari kecepatan berlari yang sebelumnya mereka miliki, pada akhirnya mereka semua berjalan.
Adapun untuk Lee Hyun, satu putaran dengan mudah dicapai dalam set 30 orang pertama.
Diantara yang datang pertama secara kelompok ini, ada jumlah yang banyak dari mahasiswa tahan semester, senior, dan bahkan mahasiswa baru yang tampak masih segar.
Seoyoon ada diantara mereka. Ini lebih mudah dibandingkan dengan jogging pagi yang biasanya dilakukan bersama Cha Eunhee yang menjadi sebuah kebiasaan.
Bagi mereka yang tidak berhasil didalam kelompok ini, mereka harus melakukan satu putaran lagi mengelilingi Silmido.
Dari kelelahan karena rasa lapar, ini adalah sebuah perkembangan yang tak berujung.
“Sial.”
“Seseorang tolong aku, siapapun.”
Para mahasiswa mencari bantuan di dalam kelompok mereka, tetapi tak seorangpun mencoba memberi bantuan.
Jaraknya 6 km!
Meskipun itu awalnya tampak dekat, itu adalah jarak yang sangat panjang.
Tak perlu dikatakan lagi bagi mereka yang harus melakukannya dua kali.
Sekarang mereka memahami kenapa waktu yang diberikan adalah 3 jam.
Jika kau tak bisa berlari, maka kau lebih baik berjalan untuk menyelesaikannya!
Tetapi selama bagian kedua ini, mereka memiliki sedikit kekuatan bahkan untuk berjalan, dan berada diambang pingsan.
“Aku…. tolong bantu aku. Aku benar­-benar minta maaf tapi tolong, bisakah kamu menggantikanku.”
Hong Seonye mengalami saat­-saat yang sulit dan meminta Lee Hyun.
Dia sudah berada dibatas fisiknya dan kehabisan tenaga hingga mengandalkan Lee Hyun karena dia tampak masih baik­-baik saja.
Tentu saja, Lee Hyun berkata.
“Yah…. Aku tid…”
Dia mencoba untuk menemukan saat yang tepat untuk menolak!
“Tentu.”
Lee Hyun berubah pikiran dan berlari.
Itu karena fakta dia telah menyelesaikan putaran dengan cepat dan tak punya pekerjaan yang harus dilakukan.
Dia berpikir itu lebih baik untuk melakukan pelatihan fisik sedikit lagi. Untuk mereka yang melakukan putaran kedua, hampir semua mahasiswa berjalan.
Dipaksa untuk berlari 12 km sangatlah sulit untuk mereka yang tidak berolahraga secara normal.
Satu­-satunya orang yang berlari adalah mereka yang kembali dari layanan dimana mereka dipaksa melakukannya.
“Keoheuheuk.”
“Yaheuheung.”
Diantara para mahasiswa yang masih berlari, ­erangan dan rintihan aneh keluar disana-­sini.
Masing­-masing memaksa langkah berat mereka saat melangkah.
Mereka ingin menyerah. Tapi demi anggota kelompok mereka, mereka tak bisa melakukannya bagaimanapun juga.
Mereka belum makan siang, dan mereka kemungkinan besar bisa melupakan makan malam untuk seluruh kelompok mereka.
Inilah sebabnya ini disebut pelatihan neraka.
Sangat tepat menerapkan jadwal itu.
Sambil merenung lagi dan lagi, mereka memaksa diri mereka sendiri untuk terus bergerak. Kali ini, Min Sura jatuh karena kelelahan. Dia duduk disana untuk waktu yang lama sambil terengah-­engah.
“Tidak, tidak lagi…. Aku tak bisa melakukannya lagi.”
Pada pemandangan ini, Lee Hyun yang berada jauh didepan, kembali.
“Gendong belakang.”
“Huh?”
“Gendong belakang. Itu tak menyebutkan apa-­apa tentang hal ini di papan, jadi kupikir itu tidak apa-apa.”
“Ya, tapi…aku berat.”
“Jangan khawatir, kamu kemungkinan tidak seberat sebelumnya karena kamu telah menghabiskan banyak tenaga.”
Lee Hyun memiliki pengalaman dalam pengantaran nasi.
Memberi gendongan belakang seseorang jauh lebih mudah dari pada membawa sebuah tas nasi!
Dalam perbandingan dengan membawa muatan menaiki tangga, ini jauh lebih mudah.
Min Sura, dengan emosi yang tak karuan, bersandar pada punggung Lee Hyun dengan hati­-hati.
“Jika berat… turunkan aku.”
“Oke.”
Itu tidaklah sulit bagi Lee Hyun untuk menggendong.
Dia menempatkan kedua tangannya pada pahanya sendiri untuk mendorong dirinya berdiri dan bergerak perlahan-­lahan pertama­-tama. Hal ini menarik mata dari para mahasiswa disekitar mereka. Ada yang merasa iri, ada yang kagum!
Itu merupakan hal yang sulit untuk menggendong seorang cewek ketika seseorang sudah mengeluarkan banyak tenaga fisik!
Tetapi apa yang mereka lihat setelahnya adalah kejutan yang tak bisa dipercaya.
Dadadadadadadak!
Lee Hyun memegang Min Sura saat dia berlari.
“Huh?”
“Ap….”
Mereka sudah mengalami saat­-saat yang sulit untuk berjalan!
Jika mereka tau Lee Hyun telah mengatur kecepatannya dalam pertimbangan, mereka akan lebih terkejut lagi.
Jika aku kembali sesegera mungkin, aku tak punya sesuatu untuk dikerjakan selain bertindak sepantasnya dengan orang-­orang itu. Aku hanya harus menyesuaikan dengan orang­orang yang memimpin.
Lee Hyun berlari diantara kelompok yang memimpin untuk putaran kedua.
“Aaaa, sulit sekali.”
“Aku sekarat, sekarat. Jika punya ice cream untuk dimakan sekarang ini, itu akan sangat bagus.”
“Bahkan jika itu hanya air dingin…”
Segera setelah para mahasiswa lain sampai, mereka jatuh di tanah dan terdengar sakit­sakitan. Wajah Min Sura juga menegang.
Dia benar­-benar menggendong aku dan berlari.
Dia dipenuhi kecemasan ketika dia berpikir bahwa dia akan diturunkan jika dia terlalu berat. Tetapi mereka benar­-benar sampai sambil berlari dengan kecepatan yang tetap.
Dia tau dia punya banyak teman laki-­laki, tetapi dia baru saja menyadari bahwa dukungan yang dia pikir dia miliki tidak ada.
Hal itu diproyeksikan ke dalam Lee Hyun, dan Lee Hyun tampak jauh lebih mendukung dimata Min Sura.
Setelah kembali setelah dua putaran mengelilingi pulau, tak lama setelahnya sudah saatnya untuk makan malam.
Lee Hyun segera mulai mempersiapkan makanan.
Makanan yang dia buat kali ini adalah daging panggang yang dilapisi saus rosemary dan sup kerang mediterania.
Meskipun dia bisa saja membuat daging babi panggang untuk makan, tetapi dia secara khusus memilih hidangan yang mengeluarkan tenaga yang lebih intensif karena dia memikirkan tentang jumlah pekerjaan yang akan dilakukan rahang mereka.
“Hyeong, biar aku membantumu.”
Park Sunjo mendekat dengan tangannya yang sudah siap.
Para anggota kelompok yang lain, mereka tidak hadir saat ini, terbaring di tanah terengah-­engah tak bisa melakukan hal lain.
Beruntung bagi Park Sunjo karena dia berhasil menjadi kelompok pertama selama putaran pertama di tempat 29.
Lee Hyun bertanya sambil memotong iga.
“Pernahkah kau memasak atau memperhatikan tentang memasak di rumah?”
“Tidak. Aku tidak memperhatikannya. Aku tidak pernah masuk dapur, jadi aku hampir tak pernah melihatnya.”
“Tapi pasti ada hidangan yang bisa kau buat.”
“Ya, aku bisa membuat semangkok ramen dengan baik.”
“…..Apa kau tau bagaimana mengupas buah?”
“Mengupas? Aku tak pernah melihatnya sebelumnya. Jika kau menyerahkan itu padaku maka aku akan berusaha.”
“Cucilah piring­-piringnya.”
Lee Hyun lebih suka memilih menderita sendirian.
Di Royal Road, dia bisa menerima bantuan dari anggota partynya karena mereka memiliki dasar­-dasar memasak untuk memotong bahan­-bahannya dan semacamnya.
Tetapi sekarang di dunia nyata, karena tak ada hal seperti skill memasak untuk menjaga semuanya bisa ditoleransi, dia memutuskan untuk secara langsung mengerjakannya sendiri.
Tetapi Seoyoon dibebaskan dari memasak, meskipun memiliki kemampuan. Makanan terburuk!
Bahkan dibandingkan dengan bertarung melawan demam dari flu, seorang manusia dengan semangat tertinggi akan mati jika mereka dipaksa untuk memakan sesuatu yang sangat sulit.
Jika Seoyoon disuatu tempat di sekitar hidangan tersebut, entah bagaimana itu akan mengering.
‘Yah. Dimanapun di dunia ini, ada orang-orang yang tak bisa mengerjakan hal semacam ini karena mereka tidak ditakdirkan untuk menderita.
Asap yang muncul dari api sangat banyak saat Lee Hyun memanggang iga tersebut.
“Kamu membutuhkannya?”
Hong Seonye menawarkan sebuah handuk. Dia mendekat dan membawakan Lee Hyun sebuah handuk bersih.
Rambut dan wajah Hong Seonye basah seperti dia baru saja membasuh mukanya dengan air.
“Karena aku hingga kamu harus berlari dua putaran ketika kamu tak seharusnya melakukannya. Aku minta maaf. Itu pasti sulit.”
Kali ini juga, Lee Hyun menjawab secara terus terang.
“Itu bukan masalah besar.”
“Para profesor benar­-benar keterlaluan, jika kita datang kesini untuk sebuah MT, maka kenapa kita harus menerima pelatihan!”
Ketika wanita mengkritik sesuatu dengan keras, poin yang mereka buat biasanya berlawanan dengan apa yang mereka katakan.
Pada dasarnya, hal yang tepat untuk dilakukan dalam situasi ini yang bisa berkembang menjadi hubungan adalah setuju dan melewatkan penilaian pada subjek yang dibicarakan.
Daripada menggunakan logika seseorang atau menawarkan solusi, gunakan saja beberapa kata sederhana untuk memahaminya sesuai dengan poin­-poin peningkatan.
Disisi lain, Lee Hyun memasang penampilan yang bagus pada Hong Seonye seperti dia tak pernah melakukannya sebelumnya dan membalas.
“Tersiratkan bahwa pelatihan neraka itu terlalu mudah.”
“Itu mudah?”
“Itu tak perlu disebut ‘pelatihan neraka’.”
Umumnya, jika sesuatu dinamai seperti itu, maka itu harusnya tidaklah mudah.
Jika itu seperti rencana Lee Hyun, maka tidak akan begitu mudah untuk di lakukan, mereka akan berbaris secara teratur ke gunung sejauh 20 km.
Diakhir dari barisan itu, mereka akan berolahraga sekitar 3 jam dengan cara melakukan pertandingan. Setelah itu, makan hanya sekitar 5 menit kemudian ke kegiatan yang selanjutnya.
Yang mana mereka menceburkan diri mereka ke laut, dengan kedalaman air laut sekitar setengah tubuh mereka, dan mereka akan berlari dalam keadaan itu sambil membawa batang kayu!
Itu juga bagus untuk menarik kayu di medan berlumpur. Seseorang bisa mendapatkan latihan yang benar­-benar bagus dengan kayu yang berat.
Setelah itu, mereka bisa tidur sekitar 2 jam di malam hari. Pada poin ini itu tak bisa disebut pelatihan dasar!
Dia telah mempelajari ini dari melihat para instruktur di dojang.
Ini bukanlah titik penghancur dari manusia!
Jika itu sesuatu yang kau inginkan, maka kau bisa melakukannya.
Bahkan jika kau tak berhasil.
Untuk mencapai puncak kekuatan, ini bukanlah apa­-apa.
Setelah melihat mereka, Lee Hyun tiba-­tiba menyesuaikan latihannya untuk menyelaraskan dirinya dengan standar mereka.
“Uh huh.”
Hong Seonye memiliki interpretasi yang sama sekali berbeda.
Meskipun Lee Hyun menunjukkan dia memiliki banyak kekuatan untuk berlari satu putaran untuk dirinya, apa yang dia inginkan dari seorang pria adalah penampilan untuk memamerkan dirinya, dan tidak akan peduli yang lainnya.
Apa dia menyukai aku?
Dia tidak punya pilihan lain selain menjadi salah sangka. Mereka menyelesaikan makanan mereka.
Mereka memiliki makan malam mewah sementara kelompok lain tidak bisa melakukan apa­-apa kecuali menatap mereka dengan iri.
Makanan kelompok lain sangat sederhana: ramen kimchi, ramen sapi, Neoguri Deung ramen, atau beberapa jenis lain dari makanan yang tidak bisa mereka ingat.
Beberapa juga memiliki mie dingin dengan rempah-­rempah, tetapi makanan setingkat itu tidak bisa dibandingkan dalam hal kualitas dengan kelompok Lee Hyun.
Keok!
Tampaknya seolah-­olah setiap kali ayam termuda Half Sauce Half Fried berkokok, suara derakan nyala api dan suara menelan air liur bisa didengar.
“Apa kau dengar? Di sebelah sana memiliki ayam sebagai makanan…..”
“Sungguh membuat iri. Itu terdengar benar-­benar bagus.” Tingkat keputusasaan di alam liar sangat berbeda.
Mungkin, pada saat ini, ketika ditanya 3 hal apa yang mereka anggap penting yang harus dibawa, kebanyakan akan menjawab.
Lee Hyun.
Sebuah pematik.
Half Sauce Half Fried.
Waktu makan berakhir dengan tatapan­ iri yang terus menerus! Sekarang saatnya untuk uji keberanian.
“Tersembunyi dalam pegunungan disebelah sana adalah potongan kertas yang harus kalian temukan. Kelompok yang mengumpulkan paling banyak akan menerima penghargaan khusus ditraktir minuman keras.”
Sebuah uji keberanian dalam pegunungan yang gelap!
Secara realistis, ular atau ­binatang lain menyembunyikan diri mereka dan menyerang orang-orang.
Kali ini juga, kelompok Lee Hyun secara tidak sengaja menjadi peringkat pertama.
“Kakiku sakit.”
“Ahh, aku ngantuk. Lapar. Mamaaa.”
Sebagian besar sudah terlalu lelah untuk mendaki sehingga tidak ada kelompok lain yang bergabung. Hanya Lee Hyun, Seoyoon, dan Park Sunjo yang dengan rajin berjalan-­jalan dan bisa menemukan sebanyak 10 lembar kertas.
Tepat saat jam 11:00 malam, semua orang dengan mudah tertidur.
Mereka menaiki kapal untuk datang kesini, mendirikan tenda mereka, membuat makanan mereka, dan berlari, karena semuanya melakukan hal­hal yang biasanya tidak pernah mereka lakukan sebelumnya sehingga mereka dengan mudah kelelahan.
Dari dalam tenda dan dari pantai terkutuk itu, hanya ada suara ombak dan suara dengkuran saling bertautan diantara keduanya.
Blur! (ombak)
Deureureung (dengkuran) Blur! (ombak)
Kuuuuuu! (Entahlah apa ini juga dengkuran…. atau suara tangisan…..)
****
Lee Hyun bangun di pagi hari seperti biasanya.
Aku penasaran apakah Hayan memakan makanannya dengan benar. Dia harusnya membawa lauk untuk nenek yang ada di rumah sakit juga.
Tak ada yang bisa dia lakukan di pulau ini.
Itu tidak mungkin untuk mengakses homepage dari website Dark Gamer untuk melihat informasi, atau mengakses situs pelelangan untuk memeriksa harga item.
Satu­satunya hal yang harus dilakukan adalah untuk bersantai dengan nyaman.
Jarang sekali memiliki waktu istirahat seperti ini sebelumnya.
Merasa nyaman untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun, Lee Hyun dalam diam keluar dari tempat tinggal sementara tersebut.
Dia bisa mendengar pertukaran antara suara para mahasiswa dari dalam tenda dan suara dari ombak. Itu begitu gelap hingga dia hampir tidak bisa menyebutnya fajar mendekat dengan adanya bulan dan bintang.
“Bagus.”
Lee Hyun berjalan di atas pasir putih.
Seperti orang lain, dia juga ingin mengenal mereka dan bergaul. Tapi itu tidak mungkin.
Aku tidak bisa berdiri seperti mereka. Aku harus bersembunyi didalam bayang­-bayang, untuk mendapatkan uang dan membuat hidup lebih mudah.
Dia memiliki hubungan aneh dengan teman-­teman dan para senior yang dia tau. Orang­-orang yang berteman dengan dia saat di SD semua percaya dia pindah. Orang tua mereka mengatakan demikian pada Lee Hyun.
“Jangan bermain dengan anak-­anak kami.”
Karena dia masih di usia muda, Lee Hyun dengan polos menanyakan alasannya, karena tidak mungkin dia tau.
“Kedua orang tuamu telah meninggal. Dan kudengar kau tinggal di sebuah rumah yang sangat miskin. Jadi jangan mendekati anak-­anak kami lagi.”
Dengan alasan dia tidak memiliki orang tua dan lingkungan hidupnya sulit hingga dia tidak bisa mendapatkan teman.
Setiap kali ada barang dan uang hilang, bahkan para guru pun menuduh Lee Hyun.
Karena ­pengalaman inilah yang memaksa Lee Hyun menapaki jalan dari seorang rakus akan uang.
Tetapi dia benar­-benar bisa memahami pola pikir para orang tua itu.
Anak­-anakku lebih penting daripada yang lainnya, huh. Ikut campur kapanpun mereka bisa membasmi apa yang mereka pikir adalah pengaruh buruk.
Lee Hyun tidak lagi mencoba mengingat masa lalu itu.
Dia ingin menikmati waktu untuk beristirahat dengan nyaman di sini. Hanya disini di MT dimana dia bisa melakukannya, setelah dia pulang dia harus bekerja keras lagi.
Lee Hyun menikmati jalan-­jalan di pagi hari.
Tetapi di kejauhan di atas sebuah batu, seseorang telah melakukannya terlebih dahulu dan duduk di atasnya.
Itu adalah Seoyoon.
Dia bisa tidur sebentar disamping Lee Hyun, tetapi kemudian entah bagaimana merasa tidak nyaman dan dia dengan cepat bangun dan pergi.
“……”
Seoyoon juga melihat Lee Hyun tapi dia tidak mengatakan apa­-apa. Dia hanya melirik sisi disampingnya.
Lee Hyun duduk di samping dia.
Tentu saja, Lee Hyun tidak lupa untuk memeriksa lagi dan lagi untuk memastikan bahwa itu tak masalah untuk melakukan.
Duduklah maksudmu? Bolehkah aku duduk? Jangan marah ketika aku duduk. Mungkin dia akan membalas dendam padaku di masa depan jika aku melakukannya…
Hari masih gelap.
Lee Hyun dan Seoyoon duduk diatas batu melihat laut.
Di bawah segudang bintang di langit, dan lautan yang luas membentang di depan mereka. Sedikit rasa frustrasi mencair saat mereka duduk untuk bersantai.
“……”
Seoyoon tidak sepenuhnya membuka mulutnya tetapi dia ingin mengatakan sesuatu.
Itu karena ketegangan hingga dia tidak bisa mengatakan apa-­apa.
Faktanya, begitu banyak yang ingin dikatakan sehingga dia secara spesifiknya tidak tahu bagaimana mengungkapkan sesuatu ke dalam kata­kata.
Bagi dia, menjadi teman asli. Jadi, dia ingin memiliki obrolan yang bagus tapi dia tidak tahu bagaimana caranya menghapus ketegangan yang dia rasakan di udara.
Aku tidak tau harus berkata apa. Jadi bagaimana seseorang mengirimkan ketulusan mereka hanya dari kata-­kata?
Seoyoon kadang-­kadang menatap jauh ke dalam mata Lee Hyun untuk waktu yang lama. Yang mana, bagi Lee Hyun, tatapan dalam itu membangkitkan pikirannya menjadi liar.
Kamu tau aku yang menciptakan patung­-patung itu atau apa? Aku tau bahwa patung kecantikan Morata akan membuatku ketahuan cepat atau lambat. Tidak, di Land of Despair kamu melihatku membuat patung, apakah kamu mengetahuinya sejak saat itu? Aku tidak tau apakah kamu tau model dari patung Freya di desa Baran adalah kamu. Aah, mata ini seperti mata ketika aku mengalami flu parah dan kamu memaksakan makanan beracun itu masuk kedalam tenggorokanku, itu adalah mata yang sama persis! Ilusi dan ketidakpercayaan, ketakutan bertunas bersama datangnya fajar.
****
Pintu masuk ke Morata.
“Hehe, terimakasih banyak.”
“Kami telah banyak merepotkan Da’in­-nim.”
“Berkat kamu, kami bisa menyelesaikan quest ini.”
Di depan gerbang, ada sebuah party yang dibubarkan.
Tempat yang mereka jelajahi adalah Spring of Oblivion (mata air kehampaan) didalam Twilight Ruins!
“Sulit dipercaya. Tak terpikir kita bisa menundukkan Twilight Ruins seperti ini.”
“Kita mendapatkan begitu banyak item, itu adalah pengalaman yang menarik. Itu semua karena Da’in-nim.”
“Heh, jangan sebutkan itu.”
Diantara anggota party, satu Shaman menakjubkan yang sangat mengesankan. Para Shaman biasanya dianggap sebagai jack of all trade.
Mulai dari mantra­ penyembuhan dan magis, buff, dan kutukan, itu adalah sebuah perjuangan dari sebuah kelas untuk memilikinya. Tidak ada yang terlihat menonjol.
Jadi ketika orang­-orang membentuk party, mereka biasanya tidak memberi tempat bagi para Shaman untuk bergabung.
Mereka tidak memiliki kemampuan untuk menangani penyembuhan setingkat Cleric, atau apakah mereka secara khusus mampu bekerja di area tertentu, sehingga dalam kebanyakan kasus, setiap kali Shaman diundang, mereka biasanya hanya memainkan peran pendukung.
Tapi Shaman Da’in berada di dimensi yang berbeda dibandingkan dengan yang lain.
Sihir penyembuhannya melebihi rata-­rata dari seorang Cleric, dan output damagenya mendekati para Wizard dalam hal serangan sihir.
Blind.
Blokade sihir.
Menggunakan tanaman merambat untuk mengikat dan menghentikan gerakan musuh. Panah tak terlihat.
Pemanggilan familiar.
Sementara berbagai skill miliknya di atur dengan tepat untuk mendapatkan keuntungan tertinggi, penguasaannya dari skill­ tersebut juga sangat tinggi. Tak heran para anggota party tertahan oleh Da’in.
“Hehehe, kalau begitu maukah kalian mendaftarkan sebagai teman?” Pada saran Da’in, party itu menerimanya dengan mudah.
“Tentu.”
“Kalau begitu kita akan mengerjakan beberapa quest lagi lain kali!”
Jadi Da’in mengucapkan perpisahan akhir pada party itu, setelah itu, dia menjelajahi Morata menginginkan sebuah tur.
Memasuki kota, dia melihat banyak toko­-toko yang masih dalam pembangunan yang belum pernah dia lihat sebelumnya.
“Membutuhkan orang untuk pergi berburu di perbukitan di selatan. Sebaiknya Wizard.”
“Membutuhkan orang diatas level 300. Membutuhkan Warrior yang bisa menerima serangan berlevel 400 atau lebih.”
“Butuh Wizard. Necromancer dan Summoner diterima. Untuk mengerjakan quest.”
Ada banyak orang yang mencoba untuk merekrut anggota untuk berburu atau mengerjakan quest. Sementara banyak pekerja kelas bawah di tempat mereka yang tepat mulai menciptakan item, para pedagang yang lain mendirikan toko mereka.
Penjahit, religius, pos perdagangan dibuka!
Dari para pedagang tekstil kecil ini, kulit dan kain yang ditenun.
Daripada pergi ke kota­-kota lain untuk membeli kulit yang mahal, para petualang disini membayar uang untuk mendapatkan equipment­ mereka yang diproduksi sesuai pesanan dalam pertukaran.
Karena Morata terkenal dalam teknologi tekstil, item-­item yang cukup bagus dihasilkan dari material yang diberikan.
Para religius menghilangkan kutukan dan memberi blessing, sementara mereka juga memainkan peran dalam pelatihan para Paladin dan Cleric.
Pos perdagangan adalah sebuah tempat populer yang selalu dikerumuni para Merchant.
Di Morata, dengan meningkatnya trafik dari orang-­orang, kebutuhan akan barang­-barang mewah, makanan, senjata dan armor juga meningkat.
Sementara beberapa orang lain mendapatkan barang yang dijual di Morata, dan memperoleh keuntungan dengan menjual material di wilayah lain.
Guild Mercenary akhirnya selesai.
Para anggota tentara bayaran Red Shield berkumpul setelah menjalani kehidupan mereka yang sulit sebagai tentara bayaran.
Setelah seseorang minum-­minum bersama para tentara bayaran, mereka berbagi percakapan tentang pekerjaan dari senjata-­senjata yang dipekerjakan ini.
Dalam beberapa kasus, seseorang yang tidak menginginkan sebuah party untuk mengerjakan quest memilih untuk menyewa tentara bayaran.
Dialog antara mereka adalah untuk mencari tau apakah tentara bayaran yang akan segera disewa memiliki kualifikasi dasar untuk bisa melakukan pekerjaannya.
Setelah mempertimbangkan reputasi, level, dan profesi, kesempatan dari pekerjaan sesuai dengan tingkat keakraban.
Meskipun layanan mereka mahal dan pada uang saku harian, jumlah orang yang tak ada habisnya telah mencari tentara bayaran karena biaya yang mereka katakan sesuai dengan efektivitas mereka.
Sementara Da’in berkeliling kota untuk membeli barang­-barang yang diperlukan, dia berjalan ke sebuah party yang mencari Wizard.
“Kelas Shaman. Jika kau tidak keberatan, levelku 227.”
“Itu agak rendah, jadi… biar aku coba untuk berbicara dengan anggota party dan aku akan senang untuk membalas.”
Pemimpinnya adalah Paikeumaen (Pike­Man), dengan tombak polearm sebagai senjata utama. Setelah mengobrol dengan anggota partynya melalui bisikan, dia mengangguk.
“Tampaknya kamu cukup terkenal dan dikenal dengan baik. Da’in­-nim sangat disambut. Quest yang ditugaskan pada kami adalah untuk menghukum para pelayan dari Skull sebelum senja. Maukah kamu bergabung?”
“Ya!”
Da’in bergabung dengan party bahkan jika itu hanyalah sebuah quest sederhana.
Lokasi untuk quest mereka berada di Green Lake dekat kota Morata. Da’in bersama party barunya bergerak ke tujuan mereka.


Komentar