LMS Volume 12 Chapter 3


Volume 12 Chapter 3 – Neraka Silmido

Lee Hyun tak melakukan persiapan apa-­apa untuk MT.
Aku tak mau melakukan sesuatu yang dianggap tak diperlukan.
Ajaran samurai tentang kepuasan adalah sumber tindakan yang terbaik dan termudah.
Namun, kelompok harus bersama-­sama untuk berdiskusi dan bersiap-­siap.
Perkembangan dari rapatnya adalah tanggung jawab Park Sunjo.
Seoyoon juga, secara khusus datang ke kampus untuk menghadiri rapat persiapan.
“Kalau begitu, semua orang berbagi hal yang bisa kalian lakukan. Apa ada yang bisa memasak disini?”
“…….”
Diakhir pertanyaan Park Sunjo, semuanya terdiam.
“…..Yah, jika itu soal makanan, kita kira­-kira bisa menyiasatinya. Kalau begitu selanjutnya, apa ada yang tau bagaimana caranya memasang tenda?”
“……..”
“Apa ada yang menyukai berada diluar lebih dari tetap didalam rumah? Akan sangat bagus jika kalian memiliki banyak pengalaman.”
“…….”
Seoyoon memang sudah diam sejak awal, tetapi semua orang yang lain menundukkan kepala mereka dan diam.
Selain belajar di sekolah, semuanya tak memiliki pengalaman yang lain.
Tampaknya bahwa dalam perjalanan yang sering mereka lakukan, mereka tak repot­-repot mempersiapkan semua hal­-hal ini.
Mata Lee Hyun tenggelam kedalam kegelapan.
Dasar orang-­orang bodoh tak kompeten!
Kening Park Sunjo mengkilap karena keringat yang terbentuk. Bagi mereka semua, ini adalah pertama kalinya mereka melakukan sesuatu seperti ini, dan dengan demikian, tidak ada yang tau apa yang harus dilakukan.
10 menit berlalu, dan kemudian 20 menit, rapat ini tak mendapatkan kemajuan apapun. Tak bisa dihindari lagi, Lee Hyun terpaksa berkomentar.
“Bagaimana menurut kalian kalau kita mulai menyusun persediaan yang dibutuhkan terlebih dahulu, karena fakta bahwa kita memiliki anggaran yang terbatas. Karena kita tak punya banyak waktu yang tersisa, utarakan saja saran­-sarannya dan kita semua akan menentukan apakah itu benar­benar penting atau tidak.”
“Itu benar. Mari kita mulai dengan hal­-hal yang kita anggap sesuai.”
Setelah Min Sura mendukung ide tersebut, masing-­masing orang mulai mengatakan apa yang mereka pikir diperlukan.
“Tenda!”
“Jika kita akan memasak makanan untuk dimakan, maka kita membutuhkan peralatan memasak dan kompor.”
“Kita membutuhkan daging dan air….. kita benar­-benar tak bisa melakukannya tanpa air.”
“Karena kita perlu tidur dimalam hari, kita membutuhkan selimut.”
“Handuk mandi juga penting.”
“Powerbank.”
“Kosmetik juga… dan mangkok, cangkir, sendok, sumpit.”
“Aku hampir lupa! Puncak dari semua perjalanan adalah foto. Aku akan membawa kamera.”
Tampaknya mengeluarkan ide-­ide menghidupkan kembali penghidupan mereka. Dan kemudian, wajah Choi Sang Jung mengerut.
“Tetapi barang­barang ini, kita harus mempersiapkannya dalam batasan 50.000 won per orang…. dan juga, kita semua akan membawanya. Bagaimana mungkin kita akan membawa itu semua?”
Sekali lagi, perencanaan tampaknya mencapai jalan buntu.
“Uanglah masalahnya.”
“Dibatasi 50.000 won per orang benar­-benar seperti tak memiliki apa-­apa.”
“Bagaimana kolompok­ lain mempersiapkan hal ini?”
“Aku berpikir kita harus membeli sekotak ramen dan memakannya setiap hari.”
Kredit berkaitan dengan MT!
Semua menyadari bahwa ini adalah pilihan yang layak dan penting, untuk tren umum dari kebanyakan kelompok membeli ramen untuk dimakan.
Setiap makanan hanya terdiri dari ramen! Kening Lee Yuu Chong mengerut saat dia berbicara seolah-olah tak ada pilihan lain.
“Ngomong-­ngomong, kurasa ramen adalah pilihan yang bagus. Termasuk Sulanju dan nasi, kupikir itu sudah cukup bagus.”
Kemudian Park Sunjo juga mengutarakan persetujuannya.
“Jadi ramen tidak apa-­apa?”
3 hari 2 malam!
Itu artinya memiliki 6 atau lebih makanan yang hanya terdiri dari ramen!
Meskipun kegiatan yang harus mereka lakukan selama MT masih belum diumumkan, mereka semua pada umumnya menduga bahwa itu tidak akan mudah.
Tetap saja, harus dipaksa dan menahan hanya memakan ramen adalah keputusan terakhir yang diambil.
“Apa alternatif lain yang kita miliki…..”
“Kau yakin itu harus ramen?”
Choi Sang Jung dan Min Sura sesaat kemudian juga menyetujui. Lee Hyun pada akhirnya memutuskan untuk maju. Orang­-orang mempercayai dia untuk menjadi yang bertanggung jawab atas hal itu karena itu jauh lebih nyaman untuk mereka.
Jum’at pagi.
Karena mereka berada disekitar pasar, Lee Yu Chong, Park Sunjo dan Choi Sang Jung berkumpul.
Karena Lee Hyun.
Dia dengan tegas menolak ramen.
“Bahkan untukku, aku tak bisa menahannya.” Makan ramen di setiap kali makan.
Ramen adalah sebuah makanan yang tidaklah buruk. Lebih tepatnya, bagi Lee Hyun, itu adalah makanan yang berharga.
Kembali ke kehidupan lamanya yang kesulitan masalah ekonomi, dimana dia terbebani karena tak mampu membeli nasi dan harus membeli ramen yang murah.
Itu adalah bantuan yang paling besar yang memuaskan rasa laparnya yang telah ditahan ketika berada dalam kebutuhan yang mendesak.
Bahkan sekarang, kadang-­kadang bersama dengan nenek dan adiknya, mereka akan merebus ramen dan memakannya dengan kimchi untuk mengenang.
Tapi aku tak bisa hanya makan ramen selama 3 hari dua malam berturut­-turut.
Dia telah makan ramen sangat banyak dimasa kanak­-kanaknya hingga dia mengetahui semua rahasia didalamnya. Jadi sekarang, dia hanya mau makan ramen sebagai makanan yang jarang-­jarang. Dan juga, makan 6 ramen artinya mereka tak akan memiliki keseimbangan nutrisi.
“Lebih tepatnya, entah itu makan atau tidur, biarkan aku yang mempersiapkan alat­-alat yang diperlukan.”
Dia telah mengatakan pada mereka bahwa dia akan mengurus hal­-hal yang penting sesuai dengan anggaran yang diberikan, tetapi mereka tetap ragu dan datang untuk mengkarifikasi.
Lee Hyun datang tepat waktu, dia melihat teman­-temannya dan mengangguk.
“Kalian sudah berkumpul.”
“Yep.”
“Kalau begitu ayo pergi.”
Lee Hyun kemudian mengajak mereka ke pasar grosir hasil pertanian. Tepat setelah memasuki pasar, bahkan Lee Yuu Chong yang tampak cerdas tidak tau.
“Supermarket jauh lebih nyaman. Jadi kenapa kita kesini?”
Dia bergumam secara tak langsung. Tak lama setelah kemunculan supermarket, era dari pasar meredup.
Lee Hyun tak mau menjelaskan secara rumit. Dia harus membeli banyak hal disini jadi dia tak mau bersantai­-santai.
“Kalian akan tau ketika kalian melihatnya. Dan tempat ini tak seperti pasar yang biasanya.”
Dari pintu masuk ke pasar grosir, ada tipe­-tipe yang berbeda­-beda dari toko tukang daging, toko beras, penjual bahan pangan, toko mangkok.
Ada segala macam toko.
Saat dia melihat daftar harganya, mulut Lee Yuu Chong tak bisa tertutup.
“Tak mungkin! 100 gram daging babi harganya 1.400 won!”
Di supermarket biasanya 2.200 won untuk sebanyak itu, jadi hampir setengah dari harga itu! Harga beras, sayur­-sayuran, atau buah­-buahan juga tak bisa dibandingkan.
“Apa semua barang-­barang ini impor?”
Ketika Lee Yuu Chong bertanya, Lee Hyun menggelengkan kepalanya.
“Tak ada banyak keuntungan dari daging babi untuk melakukannya. Meskipun ikan hasil impor, itu seperti dimana saja!”
“Kenapa begitu murah!”
“Mereka hanyalah toko kecil. Toko-­toko outdoor ini tidaklah besar, dan juga sudah melakukannya selama lebih dari 10 tahun dan membawa barang-barang itu kesini secara langsung dari ladang mereka.”
Lee Yuu Chong menelepon ibunya dan membuat ibunya memeriksa beberapa bagian hanya untuk mengetahui seberapa parah perbedaan harganya. Pemilik toko melihat Lee Hyun dan mulai tertawa.
“Pria muda, kau datang dua kali hari ini?”
Dia sudah datang dipagi hari karena perubahan berkala mereka untuk mendapatkan barang-barang untuk mempersiapkan makanan, jadi mereka berpikir dia datang kesini lagi untuk tujuan yang sama.
“Ya, halo. Aku akan melakukan perjalanan MT dengan orang­-orang ini jadi aku memerlukan beberapa barang yang berbeda.”
“Baik, kesinilah. Aku akan menjualnya dengan murah tentunya. Jadi mereka juga mahasiswa bujangan?”
“……”
Lee Hyun memilih daging mulai dari situ.
Karena ada batasan anggaran, aku akan memulai dengan yang paling mahal.
Dia memilih masing­-masing 2kg daging perut, leher, dan iga babi. Daging itu dibeli sesuai dengan 8 orang yang makan selama 3 hari 2 malam, jadi itu tampaknya tepat. Karena dia tidak tau apakah itu kurang atau tidak, dia membeli potongan daging untuk berjaga.
“Ini tak banyak tapi ini ada beberapa daging babi asap dari rumah.”
“Terimakasih.”
Tempat selanjutnya yang Lee Hyun kunjungi adalah toko bahan pangan!
Ngomong­-ngomong, ketika memasak, jika kau tak memiliki sayur­-sayuran segar untuk mendampingi daging, kau tak akan bisa membangkitkan seleramu.
Ditempat ini, Choi Sang Jung dan Park Sunjo berada dalam kekacauan.
Poram Vegetable 21.
Dapeojwo Vegetable 19.
Dari sana, nama­-nama toko tidak mengubah pola mereka. Hampir tak ada sayur­-sayuran yang dipajang, sementara sayur­-sayurannya, tetap didalam kotak dengan bagian atas kotaknya dibuka, kotak-­kotak itu saling bertumpukan.
Lee Hyun mengambil kotak selada, bawang merah, dan kubis.
“Berapa semuanya?”
“3.000 won untuk satu kotak selada, bawang merah 3.000 won, kubis 5.000 won.”
“Beri aku seledri, daun bawang, bawang putih, cabai, dan tomat juga.”
“Berapa banyak yang kau butuhkan?”
“Banyak. Cukup untuk 8 orang selama 3 hari 2 malam.”
“Untuk kalian para siswa 90.000. Aku akan memberimu banyak!”
Pemilik toko mengeluarkan kotak satu per satu untuk diberikan pada dia. Ada 8 tambahan ubi diatas kotak­-kotak itu.
“Ini hanya 7.000 won untuk semuanya.”
Lee Hyun ragu­-ragu selama sesaat sebelum menerima.
“Jika kau menjual dengan harga itu, bukankah itu berarti itu akan segera habis….”
“Itu karena sekarang ini kami memiliki sangat banyak ubi jadi harganya murah. Ambil saja.”
Setelah semua kotak diletakkan, Lee Hyun berpaling dan bertanya.
“Apa kalian juga mau makan buah­-buahan?”
“Huh? Ya. Aku bisa makan jika kita memiliki buah-­buahan untuk dimakan.” Lee Yuu Chong dengan malu menjawab dengan samar-­samar.
Dalam anggaran yang ketat sebesar 50.000 won per orang, bahkan ketika mereka memiliki panduan, mereka tak pernah menduga untuk bisa membeli segala yang mereka bisa.
Tentu saja, mereka tak pernah berencana untuk membeli buah­-buahan. Tetapi karena itu terjadi, mereka bersama Lee Hyun pergi ke toko buah.
“Bibi.”
“Kau kembali, anak muda.”
“Ya. Berapa harga stroberi?”
“2 kotak 4.000 won. Aku akan membulatkan menjadi 3.000.”
“Tolong beri aku dua kotak yang bagus.”
“Cha! Ini hanya untuk orang­-orang sehat sepertimu. Cukup 3.000 won.”
“Keek!”
“Bagaimana bisa harganya semurah ini?”
Itu tampak seolah-­olah mereka datang ke sebuah negara yang aneh. Sambil mereka mendorong kereta di pasar untuk membeli barang­-barang, mereka tak tau apa-­apa mengenai eksistensi dari tempat ini. Ngomong-ngomong, pada kebingungan dari anggota kelompok yang lain, dengan segalanya sampai stroberi, mereka jauh dari mencapai batas anggaran. Lee Yuu Chong bertanya dengan semangat.
“Bukankah hanya tenda, kompor, dan oven yang tersisa dan kita akan selesai!” Lee Hyun menggelengkan kepalanya.
“Persiapan MT dipercayakan padaku. Jadi aku akan mengurus semuanya.”
“Kita diperintahkan untuk tidak meminjam alat-­alat apapun.”
“Aku akan mengurus semuanya. Sebagai catatan sampingan, siapa disini yang tak bisa makan daging babi, jadi aku akan membeli beberapa makanan yang lain?”
“Jika itu saja kita tak ada masalah, tapi……”
Lee Hyun membawa mereka berjalan-­jalan di pasar, dan membeli udang, tahu, dan kerang.
Dan juga dia tidak lupa untuk membeli cabai merah, kacang pasta, garam, dan rempah-­rempah.
“Kamu makan ayam, kan?”
Ketika Lee Hyun bertanya, Lee Yuu Chong yang sekarang kelelahan hanya mengangguk. Park Sunjo dan Choi Sang Jung telah lama berubah menjadi pembawa barang yang diam.
“Aku akan membawa ayam dari rumah dan memperlakukannya sebagai harga grosir.”
“Dari rumah?”
“Karena kami memelihara di kebun.”
“Ah. Kau memelihara mereka sebagai peliharaan.”
“Nah. Sebagai konsumsi manusia.”
“…….”
“Aku memelihara mereka sejak mereka masih anak ayam dan ketika mereka bertelur aku memeliharanya juga.”
“Tapi itu pasti sulit untuk memelihara ayam­-ayam itu jadi kami tak bisa memakan mereka begitu saja.”
“Tak masalah, kami punya 7 ayam dirumah. Yang pertama adalah Boiled Egg (Telur Rebus). yang kedua adalah Sunny Side Up (Telur Mata Sapi).”
“Tak mungkin, itu nama mereka?”
“Tepat. yang ketiga namanya Mother Hen (Ibu Ayam). Karena dia membesarkan anak ayam. Atau haruskah aku panggil dia Protagonist karena dia juga yang melahirkan anak ayam yang baru. Dari yang keempat dan seterusnya diklasifikasikan sebagai makanan. Soup, Fried, dan Sauce. Yang ketuju adalah yang paling muda, namanya Half Sauce Half Fried (setengah saus setengah goreng). Proses penamaannya disesuaikan oleh cabang keluarga, tetapi nama panjangnya tidak diwariskan dari generasi ke generasi.”
“……..”
Jangan mengharapkan kehangatan dari Lee Hyun. Bahkan ayam­-ayam yang dia pelihara hanyalah makanan!
****
Pelabuhan Incheon terminal tepi laut.
Para siswa mengobrol tentang ‘kesenangan’ MT yang akan datang.
“Whew, akhirnya.”
“Aku hanya berharap hari ini tidak akan datang.”
“Seberapa banyak kita akan menderita.”
Para mahasiswa baru dan para mahasiswa senior sudah dalam penampilan yang lesu.
Para generasi yang sudah melakukan MT tidak sepenuhnya lega. Mereka tak terlalu percaya diri tentang konsep spesial dari perjalanan MT ini.
“Tetapi ini adalah pantai kali ini. Di sebuah pulau kecil dan indah, jadi itu lebih baik.”
“Kalau dipikir-­pikir, yang sebelumnya sangat sulit karena kita harus mendaki banyak gunung. Kali ini, itu tak akan terjadi.”
“Oh ngomong­-ngomong, makanan macam apa yang dipersiapkan kelompokmu?”
“Ramen instant. Kami juga punya 1kg daging untuk dimakan.”
“Terdengar sangat mirip dengan kami.”
“Dengan anggaran serendah ini, aku yakin semua kelompok lain seperti ini juga.”
Para mahasiswa baru dengan hati­hati berbicara dengan para senior untuk menikmati waktu mereka. Tujuan dari perjalanan MT adalah untuk membangun motivasi dan itu adalah sebuah kesempatan untuk membuat hubungan yang bagus dengan para senior!
Lee Hyun dan anggota kelompoknya juga berkumpul.
“Apa-­apaan itu?”
Anggota kelompoknya tak punya niat untuk menujukkan bahan­-bahan dan alat-­alat yang telah Lee Hyun persiapkan. Di dalam tas hitam terdapat barang­-barang yang tak diketahui! Itu tidak terasa seperti alat­-alat normal seperti tenda, oven, atau kompor.
Bahkan ada satu lubang disana, sementara itu suara perjuangan kepakan dan ketukan keluar dari sana.
Keok!
“Diam!”
Setelah teriakan garang dari Lee Hyun, suara yang datang entah darimana berhenti.
“……”
“Tak mungkin…..”
Pada keterkejutan kelompok itu, mata dingin dari Lee Hyun sedikit mereda.
“Ada rasa yang kurang dari daging beku.”
Lee Hyun tidak membawa kotak es.
Itu berat dan mahal untuk digunakan hanya sekali, jadi dia berpikir tak ada gunanya. Namun, daging beku dimasukkan ke dalam kotak styrofoam.
Dia kemudian memasukkan beberapa kantong es, dan menutupnya rapat­rapat dengan membungkkusnya dengan selotif.
Dengan itu, daging itu harusnya bisa bertahan sampai sekitar 23 hari.
Namun, tak ada gunanya melakukan hal itu pada ayam.
Di antara daging mentah dan membeku, ada perbedaan rasa yang halus. Karena hal itulah, harga jualnya berbeda.
Jadi, Lee Hyun memilih untuk membawa yang termuda si Half Sauce Half Freid hidup-­hidup daripada membekukan dia.
Jika kau bukan Lee Hyun maka jangan pernah berpikir tentang hal seperti itu!
Setelah beberapa saat berlalu, itu adalah saat yang tepat untuk naik ke kapal ferry.
“Kalau begitu, ayo naik ke kapal. Kita akan berangkat.”
Dengan pimpinan para profesor, para siswa mengikuti dan menaiki kapal tersebut. Para siswa tak punya niat untuk melihat laut dari dek.
Gelombangnya tenang dan burung-­burung camar dengan malas melintas di atas. Bagi para siswa yang pertama kali naik kapal, ini adalah pengalaman yang aneh bagi mereka.
“Kapalnya bergoyang-­goyang.”
“Ini mengayun-­ayun.”
Percakapan terjadi dengan para laki-­laki yang mencoba untuk membuat nyaman dengan para cewek yang mereka sukai saat mereka berada disamping para cewek itu.
Sebuah momen yang tepat untuk menikmati kebahagiaan yang penuh kedamaian.
Juga, di samping Lee Hyun ada Seoyoon.
Sejak di Incheon, dia tetapi berada di samping Lee Hyun.
Lee Hyun adalah satu­-satunya temannya, jadi dia tak mau pergi dari sisinya.
Kau berencana untuk menggangguku sampai tiba ditujuan juga.
Meskipun Lee Hyun gemetar ketakutan, dia tidak melewatkan kesempatan memandang wajah Seoyoon yang begitu dekat dengannya.
Aku akan memperhatikanmu secara detail untuk membuat patung terbaik.
Berdiri disamping Seoyoon, pada jarak ini, dia cukup dekat bahwa hal itu memungkinkan dia untuk melihat bulu halus diwajah.
Diterpa angin, rambut hitamnya menyebar dengan lembut saat angin menerpa.
Di desa Baran, dan di wilayah utara, setiap kali ada kebutuhan, dia akan mengukir Seoyoon dari apa yang dia rasakan.
Dia ingin mengungkapkan sedikit lebih banyak dari kecantikannya ketika menciptakan patung.
Pada saat ini, dia ingin mencetak sebuah gambar secara permanen pada sesuatu bukannya di dalam pikirannya.
Bagi Lee Hyun, ini pertama kalinya dia merasa seperti itu.
Harus memiliki foto, tak ada gunanya memilikinya di dalam ingatan dan tak bisa mengingatnya ketika aku membutuhkan…..
Dia merasa seolah-­olah seluruh samudra tenggelam di dalam suasana disekeliling Seoyoon. Sejauh itulah kecantikan Seoyoon.
Selain itu, sudut bibirnya sedikit terangkat!
Jika Lee Hyun tidak melihatnya sedekat ini maka dia tidak akan pernah melihat perubahan ekspresi itu.
Itu bagus untuk dimiliki.
Lee Hyun mengamati ekspresi Seoyoon sangat cermat, tetapi dia tidak tau apa yang Seoyoon rasakan.
Seoyoon sedang senang, meskipun dia tidak menunjukkan senyum yang lebih lebar.
Dengan kapal itu berada dilautan untuk waktu yang lama, Seoyoon semakin nyaman seiring waktu.
Para profesor keluar ke dek dan melepaskan mantel mereka. Mereka mengenakan seragam angkatan laut!
“Ini adalah waktu yang sempurna untuk mengatakan pada kalian tentang perjalan MT ini.”
Kata­-kata tersebut diucapkan oleh Profesor Ju Jonghun. Para siswa berkumpul di dek dan menunggu dia berbicara.
“Seperti yang mungkin sudah kalian ketahui, lokasi awalnya dari MT ini adalah di Seung Bong Do. Itu adalah sebuah pulau yang sangat indah. Tetapi itu sudah jelas bahwa untuk perjalanan ini, untuk tujuan memiliki pengalaman kehidupan liar, pulau itu tidak sesuai, jadi kami membatalkannya. Akan lebih baik bagi kalian untuk mengunjungi Seung Bong Do di hari yang lain.” Ju Jonghun mengatakan hal ini sambil melebarkan senyumnya.
“Akan bagus untuk mengetahui lebih awal bahwa itu bukanlah Seung Bong Do.”
“Kalau begitu, akan kemana kita untuk MT ini, profesor?”
Ditanyai mahasiswa senior, Ju Jonghun tidak membocorkan apa-­apa.
“Kalian akan mengetahuinya pada akhirnya. Sementara waktu, kalian tak perlu terlalu khawatir tentang hal itu. Itu adalah Sil… nah, pulau ini bagus untuk perjalanan ini. Itu benar-­benar alam liar dan memiliki semangat yang tak mementingkan diri sendiri, itu adalah lokasi terbaik untuk mengambil keuntungan dari kesempatan untuk memelihara persahabatan yang berkobar­-kobar.”
Karena ucapan tersebut dari prosesor, para mahasiswa sibuk menebak­nebak.
“Hmmmm dimana itu. Tentunya masuk akal jika itu adalah salah satu dari pulau-­pulau di Laut Kuning.”
“Tidak, bukan disana.”
Ada banyak pulau­-pulau indah milik Republik Korea di Laut Kuning. Para nelayan akan menjalankan perahu mereka dan memancing, sementara sisa dari keluarganya tetap bekerja di ladang sambil menunggu.
Para mahasiswa masih merenungkan tentang pulau tersebut dan tak punya niat menyerah menebak namanya.
Tetapi banyak dari para mahasiswa senior sudah tenggelam dalam perasaan kecewa dan mulai menatap pelabuhan Incheon yang sudah ditinggalkan.
“Aku harusnya tak pernah datang ke MT ini.”
“Dengan para mahasiswa baru dan mahasiswa yang tahan semester, aku berpikir ini adalah sebuah kesempatan yang bagus untuk bergaul dengan para cewek.”
Lee Hyun juga, ingin membersihkan banyak kesalahpahaman para mahasiswa yang berpikir bahwa dia adalah seorang mahasiswa tahan semester.
Dia ingin bersama-­sama dengan para mahasiwa baru dan menegaskan bahwa dia juga seorang mahasiswa baru.
Atau, yang tersisa tentang menghabiskan waktu di sekolah adalah depresi dari kesendirian. Dengan ambisi ini didalam pikiran, dia bersedia untuk mengikuti MT ini.
“Kenapa dia mengatakan tempat itu.”
“Huwew, tolong jangan mengingatkanku….”
“Beri aku sebuah pelampung jadi aku bisa berenang menjauh dari sini.”
Para mahasiswa yang tahan semester sudah menebak lokasinya. Suku kata pertama yang tak sengaja diucapkan profesor kemungkinan besar memberitahu mereka nama pulaunya.
‘Sil’ adalah karakternya.
Pulau itu adalah ubin dari sebuah film dengan dasar penonton di box office yang melebihi 10 juta penonton dan membuat pulau tersebut terkenal.
Sekarang ini, tak banyak orang mengetahui tentang pulau itu sendiri, dalam kasus yang biasanya, bahkan para senior yang tahan semester, kebanyakan membuat koneksi pada film tersebut. “Silmido.”
“Guah!”
“Kenapa tempat itu…..”
****
Bagi para senior, itu tepat seperti yang mereka prediksi.
Barat daya dari pelabuhan Incheon, kapal tersebut sampai di Silmido!
Apa yang menyambut mereka adalah pantai berpasir dan tepian pantai. Kemalangan mereka baru saja dimulai.
“Ini jadwal MT­nya. Harap perhatikanlah ini, diharapkan kita bisa menyesuaikan waktu yang ditetapkan untuk MT ini.”
[Hari­-hari kalian dijadwalkan disini.]
Hari 1
-      Tiba pukul 11.00.
-      12:00 ­ Makan kelompok:
Tidak boleh menggunakan korek atau pematik.
Jalani seperti orang-­orang yang ada di alam liar, buatlah apimu sendiri. Setelah api selesai, kalian bisa memulai persiapan makan.
-      14:00 ­ pelatihan neraka #1:
Lari satu putaran di pantai pulau ini, lomba untuk menjadi 30 orang pertama.
Siapapun yang sampai sesudahnya harus berlari satu putaran lagi.
Namun, jika kalian tidak bisa melakukannya dan menyerah, salah satu dari anggotamu bisa mengerjakan tugas itu untuk menggantikanmu.
Kelompok akan melakukannya sampai jam makan malam, jika tidak selesai sampai waktu yang ditentukan, dilarang makan malam.
-      17:00 ­ Makan malam dan istirahat.
-      20:00 ­ Uji nyali:
Masing­-masing kelompok akan diberi target khusus untuk diambil di pegunungan.
Kelompok yang mendapatkan banyak target akan diberi hadiah sebuah pengecualian.
-      23:00 ­ waktu tidur.
Hari 2 ­
-      Bangun jam 06:00, mandi.
-      07:00 ­ makan.
-      08:00 ­ pelatihan neraka #2:
Berlari cepat 300 meter, kemudian naik ke perahu kayu dan mendayung 1 putaran mengelilingi pulau.
-      12:00 ­ makan.
-      13:00 ­ kompetisi olahraga:
Event: sepakbola, gulat, bridge boxing, tarik tambang, tak ada pengecualian.
Partisipasi tanpa syarat.
Suvenir pada kelompok diberikan bergantung kinerja.
-      17:00 ­ istirahat.
Pertukaran informasi dengan tulus diantara tingkatan saat kalian berbagi minuman.
Pertunjukan bakat.
-      22:00 ­ jam bebas mulai dari sini.
Jika kalian mau, kalian bisa tidur selama mungkin.
Hari 3 ­
-      Bangun jam 08:00, mandi.
-      09:00 ­ makan:
Masing­-masing kelompok bisa membuat makanan kalian sendiri dan berbagi dengan seluruh kelompok
-      10:00 ­ bersih­-bersih
-      11:00 ­ tur Silmido secara bebas
-      13:00 kembali
[Menulis ini dengan penderitaan yang besar… huek…]

Jadwal yang bisa disebut neraka!
Jika itu adalah MT biasa, mereka akan sibuk bermain dan makan.
Tetapi karena para profesor yang merencanakan MT ini, mereka dengan tegas berjanji.
“Alam liar tak bersyarat! Dan pelatihan neraka!”
Kelompok­-kelompok itu mengurus persiapan sendiri­-sendiri, dan sekarang intensitas dari pelatihan tersebut meningkatkan pekerjaan ke ketinggian yang lebih tinggi. Setelah menyerahkan jadwal, para profesor sangat senang.
“Kita telah menyelesaikan jadwal yang bagus ini dan sekarang kembali.”
“Itu diperlukan untuk mematuhi panduan ini.”
“Ini sudah sedikit murah hati, jadi jangan meminta lebih. Kami tak akan melakukannya.”
“Tak akan pernah!”
Para profesor teringat Hari Guru tahun kemarin.
Itu adalah hari yang menyedihkan karena mereka tak menerima satupun bunga atau hadiah dari para siswa!
Tetapi ini tidak dilakukan karena pembalasan untuk hal itu. Kemungkinan besar bukan.
****
Jadwal tersebut diterima dengan beberapa kekhawatiran.
“Apa menurutmu mereka benar­-benar akan melakukan hal konyol ini?”
“Itu pasti lelucon.”
Gejala dari melarikan diri dari kenyataan!
Sambil masih ragu-­ragu, mereka membuka tas mereka di pasir yang luas.
“Kalau begitu, ayo kita dirikan tenda kita.”
Mereka tidak peduli tentang sarapan dan mulai mengerjakan perkemahan mereka. Masing­-masing ingin memulai lebih awal sebelum malam datang jadi mereka mengeluarkan perlengkapan untuk mendirikan tenda.
Kabanyakan kelompok pada dasarnya memiliki tenda yang bisa menampung 8 orang untuk tidur di dalamnya.
Dari batas anggaran yang diberikan, kebanyakan dihabiskan pada tenda itu. Adapun untuk Lee Hyun, itu adalah cerita yang berbeda.
“Kelompok kita juga akan melakukan penyesuaian.”
Namun, barang-­barang yang dia keluarkan dari tas tersebut adalah styrofoam, tongkat alumunium, dan isolator pembangunan yang digunakan di tempat-­tempat konstruksi.
“Itu tendanya?”
Para anggota kelompok kebingungan.
Sebagian besar barang-­barang dibawa oleh Lee Hyun, jadi mereka tidak tau kebanyakan barang-barang yang didapatkan.
“Kita tidak akan membuat tenda. Kita akan membuat rumah sementara untuk tinggal.”
“……..”
Park Sunjo bertanya dengan hati­-hati.
“Tetapi kita kekurangan banyak bahan untuk membangun sesuatu seperti itu.”
Lee Hyun hanya mengeluarkan tongkat totalnya 8 buah. Isolator dan styrofoam nyaris memenuhi satu tas.
“Aku tau. Tanpa bahan­-bahan yang lain, ini tidak akan cukup.”
“Lalu bagaimana….”
“Sumber lokal! Aku akan pergi untuk mendapatkan sesuatu untuk membuat tiang dan atap, jadi kalian tunggulah disini.”
Lee Hyun mengeluarkan gergaji dari kotak perkakas. Kemudian dia pergi ke hutan terdekat. Kemudian para anggota kelompok benar­-benar tak bisa berkata apa­-apa.
Meskipun pegunungannya tidak terlalu besar dan hutannya tidak benar­benar lebat atau berbahaya, perilakunya yang tak terduga menyebabkan mereka berada dalam keadaan panik.
Secara mengejutkan, Lee Hyun kembali dengan cepat.
Bersama dengan gergaji yang dia bawa, ada tambahan pohon yang dia potong.
Cabang-­cabang pohon tersebut saling terjalin dengan cabang yang lain.
Dia kembali dengan pohon tersebut di punggungnya, menyeretnya menggunakan tangkainya.
Otot bahu dan lengan Lee Hyun menegang saat dia menahan material itu. Setelah otot­-ototnya menegang, dia dipenuhi dengan daya pikat fisik.
Itu tidak berlebihan untuk menyebut dia berantakan sebelumnya, tetapi berkat kerja keras di dojang, dia membangun tubuh yang kuat.
Lihat dada dan lengan itu.҆
Perutnya tampak sekeras batu.҆
Mata dari sebagian besar cewek berkilauan.
Para anggota dari kelompok-­kelompok lain secara pribadi membicarakan tentang Lee Hyun. Sejak itu, para guru juga melihat dia dengan tertarik.
“Materialnya sudah siap, jadi aku akan membangun rumah.”
Lee Hyun menancapkan tongkat alumunium dalam­-dalam ke dalam tanah.
Dan dilangit­-langitnya, dia mendirikan atap yang kuat menggunakan cabang­ cabang. Choi Sang Jun tidak terlalu menyukai atapnya.
“Saat hujan, itu akan bocor dan memadamkan api.”
Cabang­-cabang yang dipotong di anyam dan tampak cukup kokoh. Tetapi ada sangat banyak yang lubang, itu akan sangat rentan terhadap hujan terlepas dari bentuknya.
Demikian pula, hujan tak mungkin datang.
Adapun untuk Choi Sang Jung, karena dia tidak mengangkat satupun jari, dia ingin sedikit berguna dengan menunjukkan dan menyoroti sesuatu.
Faktanya, para anggota kelompok juga khawatir tentang poin itu.
Jika mereka menemui hujan ditengah-­tengah tidur mereka, itu bisa menjadi masalah yang besar.
“Aku belum selesai.”
Lee Hyun melegakan semua kekhawatiran dari anggota kelompok. Atapnya ditutupi dengan plastik yang transparan.
Tiga lapis atau lebih dari vinil tembus pandang menutupinya dan mengamankannya untuk menyelesaikan atap yang sempurna.
Dindingnya terbentuk oleh vinil transparan disekitar tongkat alumunium dengan silikon yang dipasang, atap dan dinding tersebut bisa menghadapi badai yang besar.
Dibandingkan dengan tenda milik kelompok­-kelompok lain, rumah sementara mereka dua kali lebih luas.
“Apa menurut kalian bagus kalau pintunya dibuat menghadap laut?”
Lee Hyun mengerjakan material­-material itu sambil meminta pendapat para anggota, tetapi semua orang hanya menganggukkan kepala mereka, tertegun.
Dengan masing-­masing suara, rumah itu semakin dan semakin mendekati selesai.
Tanpa sedikitpun keragu­raguan, serta dengan keahlian dalam kerajinan, kecepatannya sangatlah cepat.
Lee Hyun memotong sebuah pintu masuk menghadap laut.
Setelah memotong beberapa lapis plastik, dengan pemasangan yang mudah dari resleting, pintu itu selesai.
Berbaring didalam tenda, tak ada pemandangan dari lautan.
Dengan rumah mereka, entah itu dinding, atap, atau pintu masuknya, semuanya dibuat dengan vinil transparan, jadi bahkan ketika malam tiba, mereka bisa melihat bintang-­bintang dilangit.
Rumah pantai yang diterangi bulan!
Mendengarkan suara ombak, suasananya akan menenangkan siapapun dan membuat mereka tertidur.
Membuat rumah adalah hal yang sepele, jauh lebih mudah daripada membuat patung.
Untuk membuat segudang patung, dia membutuhkan imajinasi yang besar.
Dasar dari patung adalah mengharmoniskan dengan lingkungan sekeliling.
Bagi Lee Hyun, membuat rumah yang sesuai dengan pantai bukanlah hal yang sulit. Dia juga memperkuat struktur lantainya.
Hal itu tak membutuhkan banyak waktu, dan kemudian dia menyusun styrofoam dengan insulator bangunan diatasnya.
Belakangan ini, tak ada masalah untuk menggunakan material bangunan yang memadai ini untuk membuat sesuatu setingkat ini dan itu akan berlangsung beberapa hari.
Meskipun, itu bisa menjadi rumah yang nyaman selama sebulan atau lebih tanpa kelompok itu.
Untuk itu diperlukan untuk dibangun lebih kuat untuk menahan badai. Tetapi ini bukanlah musim untuk cuaca semacam itu, jadi kekhawatiran mereka berkurang.
“Selesai. Mari pindahkan barang bawaan kita ke dalam.”
Lee Hyun membawa mereka masuk, setelah di dalam, para anggota kelompok melihat-­lihat. Itu nyaman dan luas, sementara lantainya relatif empuk.
“Ini hebat.”
“Benar­-benar nyaman. Lebih baik daripada tenda tentunya.”
Hong Seonye dan Jung Eunhee merasa nyaman dan tidak menahan kata­kata mereka.
Kelompok­-kelompok lain masih sibuk berjuang mendirikan tenda, sementara mereka adalah satu-satunya kelompok yang memiliki rumah yang nyaman yang selesai dalam sekejap.
Sampai sekarang, Hong Seonye yang sebelumnya tak tertarik terhadap Lee Hyun, mendekati dia.
“Tampaknya kamu memiliki ketertarikan pada desain interior atau arsitektur dan semacamnya. Menurutku seorang pria dengan hobi seperti itu benar­benar ideal.”
Itu adalah bukti bahwa pengakuannya terhadap Lee Hyun telah meningkat secara positif. Lee Hyun menjawab dengan jujur.
“Jika mereka bekerja 3 bulan sebagai pekerja manual, siapapun bisa melakukan hal ini.”
“Kamu juga punya selera humor yang menakjubkan.”
Hong Seonye menganggap apa yang dia katakan adalah sebuah lelucon dan tertawa.
Seoyoon juga melihat­-lihat rumah sementara itu dan wajahnya menunjukkan bahwa dia merasa nyaman.
Dia bukanlah seseorang yang bisa dengan mudah berbaur dengan orang lain. Di malam hari, itu juga tidak mudah bagi dia untuk tertidur.
Disepanjang durasi dari perjalanan MT ini, dia khawatir tentang poin ini, tetapi dilegakan karena rumah yang nyaman dan luas ini.
Begitulah, untuk membangun rumah sementara mereka, kelompok Lee Hyun membutuhkan setengah dari waktu yang dibutuhkan kelompok lain untuk mendirikan tenda mereka.
Meskipun itu tidak ada yang janggal secara khususnya, Lee Hyun merasa gelisah karena dia menyelesaikannya terlalu cepat dibandingkan dengan kelompok yang lain.
“Chaa, ayo makan.”
Lee Hyun mengambil peralatan untuk memasak makanan.
Seperti biasa, tak ada alasan lain selain itu sulit bagi yang lainnya.
Dia mencuci beras di panci, dan meletakkannya diatas celah batu.
Kemudian setelahnya, dia mengambil panci itu dan meletakkan dibawah pohon.
“Ngomong-­ngomong, apinya.”
Lee Yuu Chong dan Min sura serta para cewek mendekat dengan tatapan penasaran.
Tak ada keraguan tindakan Lee Hyun membuktikan bahwa dia adalah seorang mahasiswa tahan semester dimata mereka.
Alasan untuk hati mereka tercerahkan utamanya karena dia dengan mudah membuat rumah.
“Tentu saja aku akan membuatnya.”
“Bagaimana?”
“Aku bertanya-tanya apa aku punya alat untuk membuatnya lebih mudah…..” Lee Hyun bertanya­-tanya sebentar.
Jika dia punya sebuah kaca pembesar, maka itu memungkinkan untuk menggunakan cahaya matahari dan mengarahkannya pada kertas untuk membuat api.
Itu adalah metode termudah dan yang paling enak.
‘Tak punya kaca pembesar, tetapi ada cara yang tidak langsung untuk melakukannya.҆
Dia mengambil vinil jernih untuk memanfaatkannya.
Dia juga bisa menggunakannya untuk mengisinya dengan air untuk mengumpulkan sinar. Tetapi itu sedikit rumit, karena dia harus merobek vinil yang dia gunakan sebelumnya.
“Kalau begitu kita akan menggunakan kayu untuk membuat api.” Lee Hyun mencari kayu yang sesuai.
Sepotong kayi kering, dia meletakkan sedikit rumput kering, kemudian menggunakan ranting kering dan menggosoknya berkali­kali.
Dia tak lupa untuk meniupnya dengan oksigen segar.
Chiiiiiiiii.
Segera setelahnya, asap tebal kebiru­-biruan mendahului datangnya api. Meskipun itu tampak seperti hal yang mudah dilakukan, jika seseorang tak memiliki pengalaman, itu sudah pasti bukanlah tugas yang mudah.
҅Aku sudah sering melakukannya di Royal Road.҆
Ketika dia ditahap pemula, dia tak memiliki uang untuk membeli batu api. Dengan demikian, dia meluangkan waktu untuk menggosok cabang untuk membuat api. Pengabdian penuh untuk menghemat uang.
Kemudian di kehidupan nyata, dia mencoba untuk melakukan hal yang sama seperti yang ada di dalam ingatannya.
Dia adalah seorang Sculptor di Royal Road.
Di kehidupan nyata juga, kadang­-kadang, dia tiba­-tiba akan mendapatkan desakan untuk membuat api dari kayu sebagai latihan saat dia memotong kayu.
Pertama kali dia sering kali gagal, diakhir dari 4 jam berusaha hingga dia akhirnya bisa menghasilkan api.
Kelas Sculptor memberi keuntungan lain bagi dia!
Dia terbiasa dengan pengalaman­-pengalaman itu untuk menyalakan api seperti ini.
“Wow!”
Para anggota kelompok takjub sambil menatap api itu.
Di kasus yang biasa, seseorang bisa menggunakan pematik yang sudah tersedia untuk membuat api, tetapi dalam kasus ini, spekulasi tentang membuat api diluar memberi suasana yang berbeda.
Lee Hyun menggunakan api itu untuk memasak makanan.
Waktu makan yang diberikan dua jam karena kondisi untuk membuat dan menjaga api menyala. Dengan jumlah yang banyak dari waktu yang diberikan, dia dengan santai meluangkan waktunya untuk merebus daging.
Mereka juga bisa merebus daging babi untuk dimakan juga.
“Ah, aku lapar.”
“Lekas rebuslah!”
Kelompok lain buru-­buru mengeluarkan kompor dan peralatan masak untuk merebus air.
Namun, ada satu hal yang harus mereka lakukan.
Mereka sibuk berteriak-­teriak tentang lecet­-lecet menyakitkan yang terbentuk sambil menggosok kayu.
“Tak bisa, itu sulit…..”
“Tirulah kelompok yang disebelah sana.”
Di akhir penderitaan kelompok itu, menggunakan lensa kamera dan alat­alat semacamnya, mereka membuat makanan ramen dengan api mereka yang menyala.
Meski demikian, ada banyak kelompok yang tak bisa makan. Karena mulai dari sana, itu adalah saatnya pelatihan neraka.


Komentar